Wednesday, November 21, 2001

Your Coach Line is Your Life Line




Author: Milus Nyunting
Join Unisyn: 2006
Lulusan Fakultas Kedokteran spesialisasi Psikiatri
Ludwig Maximilian University of Munich
Coach: Susiana Rusanti
Economically Free 2015
picturetopeople.org-4b3cb0b24ce410a4822c765a4950fb233b8ccd18284c75c46a
Istilah ini sering kami dengar dan diucapkan di kalangan perguruan Unisyn. Landasan falsafah di balik slogan ini adalah bahwa  sosok seorang guru dapat dipercaya dan ditiru. Para murid berharap pelatih bukan sekedar mengajar tapi sebagai tauladan. Pelatih dipercaya akan selalu menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat bagi kehidupan siswanya baik secara akademis maupun pribadi.
Ketika seseorang memutuskan untuk mengambil profesi menjadi Pelatih, maka ia harus memahami bahwa ia sedang memutuskan untuk menjadi bagian dari kehidupan individu-individu yang dididiknya. Secara bawah sadar, anak didik berharap banyak bahwa mereka akan mendapat berbagai pengetahuan dan kemampuan untuk bekal hidupnya.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya tersebut, sebagai Pelatih, ada tiga aspek penting yang tidak dapat dipisahkan yaitukemampuan mendidikketrampilan mengajar/melatih danmemimpin.
Sekalipun saya bukan beragama Islam, tapi salah satu kisah dari sekian banyak yang dituturkan oleh Pelatih Besar kami (The Chef) yang paling saya senang dengar dan selalu saya ingat adalah tentang perjuangan Thariq bin Ziyad. Sebuah peristiwa heroik yang dilakukan Thariq menuju Andalusia. Thariq mengatakan, “Lautan terbentang di belakang kalian, musuh-musuh berada di hadapan kalian, dan tidak ada jalan selamat bagi kalian kecuali dengan pedang!”. Hal yang fenomenal dilakukan Thariq adalah membakar kapal-kapal yang ia dan pasukannya gunakan untuk menyeberangi Selat Gibraltar itu.
Kisah ini selalu saya jadikan inspirasi ketika melatih bisnis (Pilar 2) ke murid murid saya. Ada dua pilihan bagi murid yang ingin memulai usaha, bakar kapal atau berdiri di dua kapalBakar kapal artinya kita benar-benar keluar dan langsung memulai usaha, sementara berdiri di dua kapalartinya usaha dijadikan sebagai sampingan dulu, begitu membesar baru pindah kapal.
Di perguruan tempat saya menimba ilmu memang selalu disarankan untuk berdiri di dua kapal, bukan bakar kapal. Namun dalam penulisan ini saya ingin utarakan pengalaman saya dalam melatih murid. Sebenarnya istilah bakar kapal sendiri di jaman dahulu ketika peperangan terjadi yang sering dijadikan inspirasi untuk memotivasi bisnis dasarnya dari banyak contoh di dunia ini. Ada banyak faktor “nyaman” akibat tersedianya kapal untuk kembali ‘lari’ pulang. Coach saya Susi Rusanti yang fasih beberapa bahasa termasuk Jerman, mengambil referensi dari Tony Robbins, “Alles was wir tun, erfolgt aus dem Bedürfnis heraus, negative Erfahrungen zu vermeiden, oder aus unserem Wunsch, positive zu gewinnen” Everything we do happens out of need, negative. To avoid experiences, or from our desire to gain positive. Banyak hal hal nyaman yang dijadikan alasan menyurutkan semangat berbisnis. Faktor yang paling sering adalah status pegawai dari si wira usahawan itu. Bukan statusnya sebetulnya melainkan penghasilan tetap dan rutin yang diterimanya setiap bulan. Karena sudah tahu pasti akan memperoleh ‘top up’ atau ‘re-fill’ dari penghasilan sebagai pegawai maka menjadikan orang tersebut malas berjuang keras untuk berhasil dalam bisnis yang digelutinya. Selain penghasilan pegawai, bentuk lainnya adalah “passive income” dari orang tua. Ya, penghasilan yang tidak diperoleh dari bekerja melainkan cukup dengan menadahkan tangan di depan orang tua sendiri dan mengalirlah “passive income”. Banyak orang tahu betul bahwa jika bisnisnya tak laku, tenang saja tidak akan berarti akhir kehidupan, masih bisa makan, sebab sangat yakin kantongnya akan kembali di’isi’ atau di topup di akhir bulan. Inilah zona Nyaman!
Image result for zona nyaman picture
Dari lingkungan kami, para murid, kolega kami Esmeraldina Trilobita dikenal sebagai “mit einem silbernen Löffel im Mund geboren worden sein” (born with a silver spoon in the mouth) atau lahir sebagai anak orang kaya. Kisah populer mengenai dirinya waktu Coachnya (Aki/ the Chef) untuk keperluan Away Weekend (AW) bertanya bagaimana keadaan rumah keluarganya di Puncak Pass yang akan digunakan untuk AW. “Ada berapa kamarnya?” dan dijawab Dina,”ada 3 rumah”…jadi bukan 3 kamar di Puncak itu, melainkan ada 3 rumah yang bisa ditempati…!
picturetopeople.org-69afce923b7895297023823dfee1df26fe4f665c40469fc96f
Keadaan berubah total, begitu atas instruksi pelatihnya sendiri (HD Coach), orang tua Dina menghentikan pemberian uang saku bulanannya (waktu itu sekitar Rp 50 juta totalnya, gabungan rupiah, dollar dan mata uang lainnya karena Dina rutin tamasya ke luar negeri) PLUS, nah ini: berikut pembatalan akte waris tunggal atas kekayaan orang tuanya… Sudah pasti ini bagi Dina lebih dari sekedar petir di siang bolong! Nangis Bombay ia jadinya. Akankah karena merengek nangis ini mengubah pendirian coach? juga ibu ayahnya? TIDAK!  Tapi justru karena inilah yang membuatnya bangkit berjuang keras untuk mandiri. Sukses dari bisnis jadi syarat mutlak, tanpa kompromi. Dina bukan saja memperkuat dream-nya dengan memasang foto foto dirinya sendiri sebagai calon EF; lakukan afirmasi Think Feel Act,  tapi juga slogan ditempel di mana mana: Go EF or Die! Di kamar, kamar mandi, stir mobil..pokoknya disemua tempat yang ia bisa sering lihat dan disitulah dia lakukan INCANTATION…dan das Bingo!Iapun mencapai EF dengan rekor tercepat sepanjang sejarah, di tahun 2014 (3 tahun dari th 2011 ia bergabung Unisyn)
Image result for go financial freedom or die

0 comments:

Post a Comment